1.
Peran dan Fungsi Bahasa Indonesia
I. Peran Bahasa Indonesia
Bahasa
Indonesia adalah bahasa resmi Negara Republik Indonesia, sebagaimana yang telah
disahkan pada sumpah pemuda 1928. Selain itu bahasa Indonesia mempunyai
kedudukan yang sangat penting bagi waga Negara Indonesia. Dalam peranannya
bahasa Indonesia dalam penulisan atau dalam konteks ilmiah sangatlah penting.
Dikarenakan dalam penulisan ilmiah membutuhkan penggunaan tata bahasa Indonesia
yang baik. Penggunaan tata bahasa Indonesia dalam konteks ilmiah ialah
penggunaan tata bahasa yang telah mengikuti aturan EYD yang benar. Dimana dalam
segi penggunaan tata bahasa, segi pemilihan kata, dan segi penggunaan tanda
baca.
Sering
kali pada konteks ilmiah bahasa diartikan sebagai buah pikir penulis, sebagai
hasil dari pengamatan, tinjauan, penelitian yang dilakukan oleh si penulis
tersebut pada ilmu pengetahuan tertentu. Dalam konteks karya ilmiah isi dari
karya ilmiah harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik dalam
penulisan dan tata bahasanya.
Dalam
penulisan karya ilmiah yang harus diperhatikan ialah dalam pemilihan kata,
penggunaan tanda baca, dan harus mengikuti EYD.
II. Fungsi Bahasa
Indonesia
a) Sebagai alat komunikasi
Melalui Bahasa, manusia dapat berhubungan dan berinteraksi
dengan alam sekitarnya, terutama sesama manusia sebagai makhluk sosial. Manusia
dapat memikirkan, mengelola dan memberdayakan segala potensi untuk kepentingan
kehidupan umat manusia menuju kesejahteraan adil dan makmur. Manusia dalam
berkomunikasi tentu harus memperhatikan dan menerapkan berbagai etika sehingga
terwujud masyarakat yang madani selamat dunia dan akhirat. Bahasa sebagai alat
komunikasi berpotensi untuk dijadikan sebagai sarana untuk mencapai suatu
keberhasilan dan kesuksesan hidup manusia, baik sebagai insan akademis maupun
sebagai warga masyarakat. Penggunaan bahasa yang tepat menjadikan seseorang dalam
memperlancar segala urusan. Melalui bahasa yang baik, maka lawan komunikasi
dapat memberikan respon yang positif. Akhirnya, dapat dipahami apa maksud dan
tujuannya.
b) Sebagai alat untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa
adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) IPTEK tidak dapat tumbuh dan
berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata
memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk
budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berpikir dan sarana pendukung
pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa
serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang.
Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai
prasarana berpikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan
bahasa, kita akan cermat pula dalam berpikir karena bahasa merupakan cermin
dari daya nalar (pikiran).
c) Fungsi Bahasa Indonesia
sebagai Bahasa Negara
· Sebagai Bahasa Resmi Kenegaraan. Bahasa Indonesia
digunakaan pada saat kegiatan-kegiatan formal kenegaraan yang dilaksanakan di
dalam negeri. Misalnya seperti pada saat sidang MPR DPR RI. Bayangkan bila
anggota dewan ketika sedang rapat menggunakan bahasa daerahnya masing-masing,
pasti sangatlah sulit untuk memahaminya satu sama lain.
· Sebagai bahasa Pengantar Pendidikan. Bahasa Indonesia wajib
digunakan pada situasi formal seperti di sekolah, di kampus, di tempat les.
Pengunaan Bahasa Indonesia tentu sangat diperlukan agar semua informasi dapat
tersampaikan dengan baik.
· Sebagai Alat penghubung Tingkat Nasional. Sebagai Negara
yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan bahasa, dalam kegiatan nasional
seperti PON atau kejuaraan lainnya bahasa penghubung diperlukan agar dapat
dimengerti oleh semua pihak yang terlibat.
· Sebagai Alat Pengembang IPTEK. Contohnya dalam membuat
sebuah artikel, penulisan ilmiah, skripsi dan tesis Bahasa Indonesia multak
diperlukan.
d) Fungsi Bahasa Indonesia
sebagai Bahasa Negara Nasional
· sebagai Lambang Kebanggaan Bangsa. Kita sebagai warga
negara Indonesia patut bangga karena di luar negeri seperti di Korea, Bahasa
Indonesia jurusan yang cukup diminati. Orang asing saja senang mempelajari
bahasa kita, tidak ada alasan lagi untuk lebih mencintai bahasa negara sendiri.
· Sebagai Identitas Bangsa. Sebagai contoh bila kita ke Arab
dan membeli oleh-oleh khas tanah arab, lalu kita menggunakan bahasa Indonesia,
pedagang-pedagang di sana pasti langsung mengetahui kalau kita berasal dari
Indonesia.
· Alat Pemersatu dan Penghubung antar Daerah. Indonesia
mempunyai banyak sekali bahasa daerah, bayangkan bila tidak ada bahasa
pemersatu, akan sulit berkomunikasi dengan orang dari daerah yang berbeda.
2. Ragam Bahasa
Indonesia
Ragam bahasa
adalah varian dari sebuah bahasa menurut pemakaian. Berbeda dengan dialek yaitu
varian dari sebuah bahasa menurut pemakai. Variasi tersebut bisa berbentuk
dialek, aksen, laras, gaya, atau berbagai variasi sosiolinguistik lain,
termasuk variasi bahasa baku itu sendiri. Variasi di tingkat leksikon, seperti
slang dan argot, sering dianggap terkait dengan gaya atau tingkat formalitas
tertentu, meskipun penggunaannya kadang juga dianggap sebagai suatu variasi
atau ragam tersendiri.
Ragam Bahasa Indonesia dibagi menjadi 3 jenis yaitu
1. berdasarkan
media
2. berdasarkan
cara pandang penutur
3. berdasarkan
topik pembicaraan.
1. Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan media
Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk
menghasilkan bahasa, ragam bahasa terdiri
· Ragam bahasa lisan
· Ragam bahasa tulis
Bahasa yang dihasilkan melalui alat ucap (organ of speech)
dengan dinamakan ragam bahasa lisan, sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya, dinamakan ragam
bahasa tulis. Jadi dalam ragam bahasa lisan, kita berurusan dengan lafal, dalam
ragam bahasa tulis, kita berurusan dengan bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya
Ragam Lisan
Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian
sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak
mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata
dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam kelengkapan unsur-unsur
di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan
karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami
makna gagasan yang disampaikan secara lisan.
Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan
kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau
santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat
disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya
saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari
ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan
dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam
tulis. Kedua ragam itu masing-masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri
kebakuan yang berbeda.
Ciri-ciri ragam lisan:
a. Memerlukan orang kedua/teman bicara;
b. Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu;
c. Tidak harus memperhatikan unsur gramatikal, hanya perlu
intonasi serta bahasa tubuh.
d. Berlangsung cepat;
e. Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu;
f. Kesalahan dapat
langsung dikoreksi;
g. Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta
intonasi
Contoh ragam lisan adalah ‘Sudah saya baca buku itu.’
Ragam Tulis
Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang
diungkapkannya tidak ditunjang oleh situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa
baku lisan makna kalimat yang diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian
sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalimat. Oleh karena itu,
dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan di
dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata dan struktur
kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.
Ciri-ciri ragam tulis :
1.Tidak memerlukan orang kedua/teman bicara;
2.Tidak tergantung kondisi, situasi & ruang serta waktu;
3.Harus memperhatikan unsur gramatikal;
4.Berlangsung lambat;
5.Selalu memakai alat bantu;
6.Kesalahan tidak dapat langsung dikoreksi;
7.Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka,
hanya terbantu dengan tanda baca.
Contoh ragam tulis adalah ’Saya sudah membaca buku itu.’
2.Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan cara pandang penutur
Berdasarkan cara pandang penutur, ragam bahasa Indonesia
terdiri dari beberapa ragam diantaranya adalah :
· Ragam dialek
Contoh : ‘Gue udah baca itu buku.’
· Ragam terpelajar
Contoh : ‘Saya sudah
membaca buku itu.’
· Ragam resmi
Contoh : ‘Saya sudah membaca buku itu.’
· Ragam tak resmi
Contoh : ‘Saya sudah baca buku itu.’
Ragam bahasa baku dapat berupa: ragam bahasa baku tulis dan
ragam bahasa baku lisan.
Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya keragaman bahasa,
diantaranya :
• Faktor Budaya atau letak Geografis
• Faktor Ilmu pengetahuan
• Faktor Sejarah
3. Ejaan yang Disempurnakan dan Tanda Baca
Sebelum menjadi Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) ada beberapa
perubahan yaitu :
Ejaan Van Ophuijsen.
Ejaan Van Ophuijsen atau Ejaan Lama adalah jenis ejaan yang
pernah digunakan untuk bahasa Indonesia. Ejaan ini digunakan untuk menuliskan
kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu
menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda, antara
lain:
huruf 'j' untuk menuliskan bunyi 'y', seperti pada kata jang,
pajah, sajang.
huruf 'oe' untuk menuliskan bunyi 'u', seperti pada kata-kata
goeroe, itoe, oemoer (kecuali diftong 'au' tetap ditulis 'au').
tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk
menuliskan bunyi hamzah, seperti pada kata-kata ma'moer, ‘akal, ta’, pa’,
dinamaï.
Sejarah Singkat.
Pada tahun 1901 diadakan pembakuan ejaan bahasa Indonesia
yang pertama kali oleh Prof. Charles van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi
gelar Sutan Makmur dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Hasil pembakuan mereka yang
dikenal dengan Ejaan Van Ophuijsen ditulis dalam sebuah buku. Dalam kitab itu
dimuat sistem ejaan Latin untuk bahasa Melayu di Indonesia.
Van Ophuijsen adalah seorang ahli bahasa berkebangsaan
Belanda. Ia pernah jadi inspektur sekolah di maktab perguruan Bukittinggi,
Sumatera Barat, kemudian menjadi profesor bahasa Melayu di Universitas Leiden,
Belanda. Setelah menerbitkan Kitab Logat Melajoe, van Ophuijsen kemudian
menerbitkan Maleische Spraakkunst (1910). Buku ini kemudian diterjemahkan oleh
T.W. Kamil dengan judul Tata Bahasa Melayu dan menjadi panduan bagi pemakai
bahasa Melayu di Indonesia. Ejaan ini akhirnya digantikan oleh Ejaan Republik
pada 17 Maret 1947.
Ejaan Republik.
Ejaan Republik (edjaan republik) adalah ketentuan ejaan dalam
Bahasa Indonesia yang berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga
disebut dengan nama edjaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala
itu. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang mulai
berlaku sejak tahun 1901. Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van
Ophuijsen ialah:
huruf 'oe' menjadi 'u', seperti pada goeroe → guru.
bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan
dengan (') ditulis dengan 'k', seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2,
ke-barat2-an.
awalan 'di-' dan kata depan 'di' kedua-duanya ditulis
serangkai dengan kata yang mengikutinya. Kata depan 'di' pada contoh dirumah,
disawah, tidak dibedakan dengan imbuhan 'di-' pada dibeli, dimakan.
Ejaan Soewandi ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan
oleh Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa
jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri
mengesahkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang
menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan
itu dengan mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor departemennya saat
itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia
yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan
Republik atau Ejaan Soewandi.Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama
ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut
mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para
ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada
tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972,
berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam
istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru
bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB).
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia
Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan
buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan
penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27
Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Revisi 1987
Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987
tentang Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan". Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.
Revisi 2009
Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan
menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Perbedaan dengan ejaan sebelumnya
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci
'dj' menjadi 'j' : djarak → jarak
'j' menjadi 'y' : sajang → sayang
'nj' menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk
'sj' menjadi 'sy' : sjarat → syarat
'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir
awalan 'di-' dan kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata
depan 'di' pada contoh "di rumah", "di sawah", penulisannya
dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-' pada dibeli, dimakan ditulis serangkai
dengan kata yang mengikutinya.
Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat
Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EYD,
"oe" sudah tidak digunakan.
Jenis tanda baca
Ada beberapa jenis tanda baca yang penting antara lain
adalah:
1. Tanda Titik (.)
Titik (.) berfungsi untuk menandai akhir kalimat berita, atau
untuk keperluan singkatan, gelar, dan angka-angka.
a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan
pertanyaan atau seruan.
Contoh: Saya suka makan nasi.
Apabila dilanjutkan dengan kalimat baru, harus diberi jarak
satu ketukan.
b. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Contoh:
Irwan S. Gatot
George W. Bush
Apabila nama itu ditulis lengkap, tanda titik tidak
dipergunakan.
Contoh: Dwiki Halla
c. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan,
pangkat, dan sapaan.
Contoh:
Dr. (doktor)
S.E. (sarjana ekonomi)
Kol. (kolonel)
d. Tanda titik dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang
sudah sangat umum. Pada singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih hanya
dipakai satu tanda titik.
Contoh:
dll. (dan lain-lain)
dsb. (dan sebagainya)
tgl. (tanggal)
hlm. (halaman)
e. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan
detik yang menunjukkan waktu atau jangka waktu.
Contoh:
Pukul 7.10.12 (pukul 7 lewat 10 menit 12 detik)
f. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau
kelipatannya.
Contoh: Kota kecil itu berpenduduk 51.156 orang.
g. Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan
atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Contoh:
Nama Ivan terdapat pada halaman 1210 dan dicetak tebal.
h. Tanda titik tidak dipakai dalam singkatan nama resmi
lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama
dokumen resmi maupun di dalam akronim yang sudah diterima oleh masyarakat.Contoh:
DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)
SMA (Sekolah Menengah Atas)
PT (Perseroan Terbatas)
WHO (World Health Organization)
i. Tanda titik tidak dipakai dalam singkatan lambang kimia,
satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang.contoh:
Cu (tembaga)
52 cm
l (liter)
Rp350,00
j. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan
kepala karangan, atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
2. Tanda Koma (,)
a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu
pemerincian atau pembilangan.
Contoh: Saya menjual baju, celana, dan topi.
Contoh penggunaan yang salah: Saya membeli udang, kepiting
dan ikan.
b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang
satu dari kalimat setara yang berikutnya, yang didahului oleh kata seperti,
tetapi, dan melainkan.
Contoh: Saya bergabung dengan Wikipedia, tetapi tidak aktif.
c1. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari
induk kalimat apabila anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya.
Contoh:
Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
c2. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat
dari induk kalimat apabila anak kalimat tersebut mengiringi induk kalimat.
Contoh: Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
d. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan
penghubung antara kalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya
oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.
Contoh:
Oleh karena itu, kamu harus datang.
e. Tanda koma dipakai di belakang kata-kata seperti o, ya,
wah, aduh, kasihan, yang terdapat pada awal kalimat.
contoh:
O, begitu.
Wah, bukan main.
f. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari
bagian lain dalam kalimat.
Contoh: Kata adik, "Saya sedih sekali".
g. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii)
bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan
wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Contoh:
Medan, 18 Juni 1984
Medan, Indonesia.
h. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang
dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Contoh:
Lanin, Ivan, 1999. Cara Penggunaan Wikipedia. Jilid 5 dan 6.
Jakarta: PT Wikipedia Indonesia.
i. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan
kaki.
Contoh: I. Gatot, Bahasa Indonesia untuk Wikipedia. (Bandung:
UP Indonesia, 1990), hlm. 22.
j. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik
yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau
marga.
contoh: Rinto Jiang, S.E.
k. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di
antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Contoh:
33,5 m
Rp10,50
l. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang
sifatnya tidak membatasi.
Contoh: pengurus Wikipedia favorit saya, Borgx, pandai
sekali.
m. Tanda koma dipakai untuk menghindari salah baca di
belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Contoh: Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita
memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh.
Bandingkan dengan: Kita memerlukan sikap yang
bersungguh-sungguh dalam pembinaan dan pengembangan bahasa.
n. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung
dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu
berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
contoh: "Di mana Rex tinggal?" tanya Stepheen.
3. Tanda Titik Koma
(;)
a. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan
bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Contoh: Malam makin larut; kami belum selesai juga.
b. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat
yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Contoh: Ayah mengurus tanamannya di kebun; ibu sibuk bekerja
di dapur; adik menghafalkan nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik
mendengarkan siaran pilihan pendengar.
4. Tanda Titik Dua (:)
Titik dua (:) berfungsi untuk mengawali penguraian suatu
kalimat.
a. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan
lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
Contoh:
Kita sekarang memerlukan perabotan rumah tangga: kursi, meja,
dan lemari.
Fakultas itu mempunyai dua jurusan: Ekonomi Umum dan Ekonomi
Perusahaan.
b. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang
memerlukan pemerian.
'pemeran' Contoh:
Ketua : Axel
Wakil Ketua : Putri
Sekretaris : Helena
c. Tanda titik dua dipakai dalam teks drama sesudah kata yang
menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Contoh:
Borgx : "Jangan lupa perbaiki halaman bantuan
Wikipedia!"
Rex : "Siap, Boss!"
d. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan
halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab-kitab suci, atau (iii) di
antara judul dan anak judul suatu karangan.
Contoh:
(i) Tempo, I (1971), 34:7
(ii) Surah Yasin:9
(iii) Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah
Studi, sudah terbit.
e. Tanda titik dua dipakai untuk menandakan nisbah (angka
banding).
Contoh: Nisbah siswa laki-laki terhadap perempuan ialah 2:1.
f. Tanda titik dua tidak dipakai kalau rangkaian atau
pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Contoh: Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
5. Tanda Hubung (-)
a. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Contoh: anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan
Tanda ulang singkatan (seperti pangkat 2) hanya digunakan
pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.
b. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu
dan bagian-bagian tanggal.
Contoh:
p-e-n-g-u-r-u-s
8-4-1973
c. Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan
bagian-bagian ungkapan.
Bandingkan:
ber-evolusi dengan be-revolusi
dua puluh lima-ribuan (20×5000) dengan dua-puluh-lima-ribuan
(1×25000).
Istri-perwira yang ramah dengan istri perwira-yang ramah
d. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (a) se- dengan
kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital; (b) ke- dengan angka, (c)
angka dengan -an, (d) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan
(e) nama jabatan rangkap.
Contoh:
se-Indonesia
hadiah ke-2
tahun 50-an
ber-SMA
e. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa
Indonesia dengan unsur bahasa asing.
Contoh:
di-charter
pen-tackle-an
6. Tanda Pisah (–, —)
a1. Tanda pisah em (—) membatasi penyisipan kata atau kalimat
yang memberikan penjelasan khusus di luar bangun kalimat.
Contoh: Wikipedia Indonesia—saya harapkan—akan menjadi
Wikipedia terbesar.
a2. Tanda pisah em (—) menegaskan adanya posisi atau
keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih tegas.
Contoh:
Rangkaian penemuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan kini
juga pembelahan atom—telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
b1. Tanda pisah en (–) dipakai di antara dua bilangan atau
tanggal yang berarti sampai dengan atau di antara dua nama kota yang berarti
'ke', atau 'sampai'.
Contoh:
1919–1921
Medan–Jakarta
10–13 Desember 1999
b2. Tanda pisah en (–) tidak dipakai bersama perkataan dari
dan antara, atau bersama tanda kurang (−).
Contoh:
dari halaman 45 sampai 65, bukan dari halaman 45–65
antara tahun 1492 dan 1499, bukan antara tahun 1492–1499
−4 sampai −6 °C, bukan −4–−6 °C
7. Tanda Elipsis (...)
a. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus,
misalnya untuk menuliskan naskah drama.
Contoh: Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.
b. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau
naskah ada bagian yang dihilangkan, misalnya dalam kutipan langsung.
Contoh: Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih
lanjut.
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu
dipakai empat buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu
untuk menandai akhir kalimat.
Contoh: Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan
hati-hati ....
8. Tanda Tanya (?)
Tanda (?) tanya berfungsi untuk melengkapi kalimat tanya.
a. Tanda tanya dipakai pada akhir tanya.
Contoh:
Kapan ia berangkat?
Saudara tahu, bukan?
Penggunaan kalimat tanya tidak lazim dalam tulisan ilmiah.
b. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan
bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Contoh:
Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
9. Tanda Seru (!)
Tanda (!) seru berfungsi untuk menegaskan, memberi peringatan
bahwa kalimat yang bertanda seru tersebut perlu untuk diperhatikan.
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang
berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan,
ataupun rasa emosi yang kuat.
Oleh karena itu, penggunaan tanda seru umumnya tidak
digunakan di dalam tulisan ilmiah atau ensiklopedia. Hindari penggunaannya
kecuali dalam kutipan atau transkripsi drama.
10. Tanda Kurung
((...))
Tanda ((..)) kurung berfungsi untuk menjelaskan suatu istilah
yang belum banyak diketahui oleh banyak manusia.
a. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan.
Contoh: Bagian Keuangan menyusun anggaran tahunan kantor yang
kemudian dibahas dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) secara berkala.
b. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang
bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Contoh:
Satelit Palapa (pernyataan sumpah yang dikemukakan Gajah
Mada) membentuk sistem satelit domestik di Indonesia.
Pertumbuhan penjualan tahun ini (lihat Tabel 9) menunjukkan
adanya perkembangan baru dalam pasaran dalam negeri.
c. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di
dalam teks dapat dihilangkan.
Contoh:
Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi
kokain(a)
Pembalap itu berasal dari (kota) Medan.
d. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu
urutan keterangan.
Contoh: Bauran Pemasaran menyangkut masalah (a) produk, (b)
harga, (c) tempat, dan (c) promosi.
Hindari penggunaan dua pasang atau lebih tanda kurung yang
berturut-turut. Ganti tanda kurung dengan koma, atau tulis ulang kalimatnya.
Contoh:
Tidak tepat: Nikifor Grigoriev (c. 1885–1919) (dikenal juga
sebagai Matviy Hryhoriyiv) merupakan seorang pemimpin Ukraina.
Tepat: Nikifor Grigoriev (c. 1885–1919), dikenal juga sebagai
Matviy Hryhoriyiv, merupakan seorang pemimpin Ukraina.
Tepat: Nikifor Grigoriev (c. 1885–1919) merupakan seorang
pemimpin Ukraina. Dia juga dikenal sebagai Matviy Hryhoriyiv.
11. Tanda Kurung Siku
([...])
a. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata
sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis
orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang
terdapat di dalam naskah asli.
Contoh: Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
b. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat
penjelas yang sudah bertanda kurung.
Contoh: Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan
di dalam Bab II [lihat halaman 35–38]) perlu dibentangkan di sini.
12. Tanda Petik
("...")
Tanda ("...") petik berfungsi untuk menandai
kalimat langsung atau percakapan dalam naskah drama.
a. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari
pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain.
Contoh:
"Saya belum siap," kata Mira, "tunggu
sebentar!"
Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, "Bahasa negara ialah Bahasa
Indonesia."
b. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku
yang dipakai dalam kalimat.
Contoh:
Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari Suatu Masa,
dari Suatu Tempat.
Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul "Rapor dan
Nilai Prestasi di SMA" diterbitkan dalam Tempo.
c. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal
atau kata yang mempunyai arti khusus.
Contoh:
Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan
ralat" saja.
Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan
nama "cutbrai".
d. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri
petikan langsung.
Contoh: Kata Tono, "Saya juga minta satu."
e. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan
di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan
arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
Contoh:
Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan "Si
Hitam".
Format penulisan
Selain tanda baca, ada juga format penulisan yang cukup
membantu untuk keperluan penulisan kalimat.
Cetak tebal, untuk menegaskan suatu kata atau kalimat yang
sedang menjadi pembicaraan. Contoh: Buaya adalah reptil terbesar yang hidup di
sungai dan rawa-rawa.
Cetak miring merupakan kata serapan di luar bahasa baku yang
sedang digunakan. Contoh: Menjelang masa Pilkada, banyak calon yang sowan para
kyai. Kata sowan diserap dari bahasa Jawa. Cetak miring juga digunakan untuk
menuliskan judul lagu, buku, film, dan lain-lain. Contoh: Hantu Jeruk Purut
adalah film bertema horor yang turut mewarnai perfilman nasional saat ini.
Garis bawah memiliki fungsi hampir sama seperti cetak tebal
dan miring, ketika teknologi komputer belum sepesat sekarang. Seperti kita
ketahui, mesin ketik generasi tua belum ada fasilitas cetak tebal dan miring.
Tapi untuk masa sekarang, garis bawah tidak begitu jelas penggunaannya.
Daftar Pustaka