Organisasi terdiri dari berbagai macam komponen yang berbeda dan saling memiliki ketergantungan dalam proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Perbedaan yang terdapat dalam organisasi seringkali menyebabkan terjadinya ketidakcocokan yang akhirnya menimbulkan konflik. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya ketika terjadi suatu organisasi, maka sesungguhnya terdapat banyak kemungkinan timbulnya konflik .
Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas organisasi tersebut, jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Karena itu keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi.
Makalah ini mencoba menyajikan apa yang sebenarnya didefinisikan sebagai konflik dalam suatu organisasi, pandangan mengenai konflik, sumber dan jenis konflik, serta bagaimana melaksanakan manajemen konflik dalam organisasi.
Definisi Konflik
Terdapat banyak definisi mengenai konflik yang bisa jadi disebabkan oleh perbedaan pandangan dan setting dimana konflik terjadi. Dibawah ini bisa terlihat perbedaan definisi tersebut:Conflict is a process in which one party perceives that its interests are being opposed ora negatively affected by another party . Konflik merupakan suatu bentuk interaksi diantara beberapa pihak yang berbeda dalam kepentingan, persepsi dan tujuan .
Konflik adalah perbedaan pendapat antara dua atau lebih banyak anggota organisasi atau kelompok, karena harus membagi sumber daya yang langka, atau aktivitas kerja dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan, penelitian, atau pandangan yang berbeda. Para anggota organisasi atau sub-unit yang sedang berselisih akan berusaha agar kepentingan atau pandangan mereka mengungguli yang lainnya .
Konflik merupakan sebuah situasi dimana dua orang atau lebih menginginkan tujuan-tujuan yang menurut persepsi mereka dapat dicapai oleh salah seorang diantara mereka, tetapi hal itu tidak mungkin dicapai oleh kedua belah pihak .
Konflik adalah perilaku anggota organisasi yang dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain, prosesnya dimulai jika satu pihak merasa bahwa pihak lain telah menghalangi atau akan menghalangi sesuatu yang ada kaitan dengan dirinya atau hanya jika ada kegiatan yang tidak cocok .
Di antara definisi yang berbeda itu nampak ada suatu kesepakatan, bahwa konflik dilatarbelakangi oleh adanya ketidakcocokan atau perbedaan dalam hal nilai, tujuan, status, dan lain sebagainya. Terlepas dari faktor yang melatarbelakangi terjadinya suatu konflik, gejala yang mengemuka dalam suatu organisasi saat terjadi konflik adalah saat individu atau kelompok menunjukkan sikap “bermusuhan” dengan individu atau kelompok lain yang berpengaruh terhadap kinerja dalam melakukan aktivitas organisasi.
Pandangan Mengenai Konflik
Terdapat tiga pandangan mengenai konflik. Hal ini disebabkan karena adanya
pandangan yang berbeda mengenai apakah konflik merugikan, hal yang wajar atau
justru harus diciptakan untuk memberikan stimulus bagi pihak-pihak yang
terlibat untuk saling berkompetisi dan menemukan solusi yang terbaik. Pandangan
itu adalah sebagai berikut :
Pandangan Tradisional (The Traditional View).
Pandangan Tradisional (The Traditional View).
Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik
itu buruk. Konflik dilihat sebagai sesuatu yang negatif, merugikan dan harus
dihindari. Untuk memperkuat konotasi negatif ini, konflik disinonimkan dengan
istilah violence, destruction, dan irrationality.
Pandangan Hubungan Manusia (The
Human Relations View). Pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar terjadi dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik harus diterima dan dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi peningkatan kinerja organisasi.
Pandangan Interaksionis (The
Interactionist View).
Pandangan ini cenderung mendorong
terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi bahwa kelompok yang koperatif,
tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan
tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut aliran pemikiran ini, konflik perlu
dipertahankan pada tingkat minimun secara berkelanjutan, sehingga kelompok
tetap bersemangat (viable), kritis-diri (self-critical), dan kreatif.
Sumber Konflik
Terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi terjadinya konflik. Agus M.
Hardjana mengemukakan sepuluh penyebab munculnya konflik , yaitu:
a. Salah pengertian atau salah paham karena kegagalan komunikasi
b. Perbedaan tujuan kerja karena perbedaan nilai hidup yang dipegang
c. Rebutan dan persaingan dalam hal yang terbatas seperti fasilitas kerja dan jabatan
d. Masalah wewenang dan tanggung jawab
e. Penafsiran yang berbeda atas satu hal, perkara dan peristiwa yang sama
f. Kurangnya kerja sama
g. Tidak mentaati tata tertib dan peraturan kerja yang ada
h. Ada usaha untuk menguasai dan merugikan
i. Pelecehan pribadi dan kedudukan
j. Perubahan dalam sasaran dan prosedur kerja sehingga orang menjadi merasa tidak jelas tentang apa yang diharapkan darinya
Stoner sendiri menyatakan bahwa penyebab yang menimbulkan terjadinya konflik adalah :
a. Pembagian sumber daya (shared resources)
b. Perbedaan dalam tujuan (differences in goals)
c. Ketergantungan aktivitas kerja (interdependence of work activities)
d. Perbedaan dalam pandangan (differences in values or perceptions)
e. Gaya individu dan ambiguitas organisasi (individual style and organizational ambiguities)
Robbins sendiri membedakan sumber konflik yang berasal dari karakteristik perseorangan dalam organisasi dan konflik yang disebabkan oleh masalah struktural. Dari sini kemudian Robbins menarik kesimpulan bahwa ada orang yang mempunyai kesulitan untuk bekerja sama dengan orang lain dan kesulitan tersebut tidak ada kaitannya dengan kemampuan kerja atau interaksinya yang formal. Konflik perseorangan ini disebut Robbins dengan konflik psikologis .
Untuk itulah Robbins kemudian memusatkan perhatian pada sumber konflik organisasi yang bersifat struktural. Sumber-sumber konflik yang dimaksudkan Robbins, yaitu:
a. Saling ketergantungan pekerjaan
b. Ketergantungan pekerjaan satu arah
c. Diferensiasi horizontal yang tinggi
d. Formalisasi yang rendah
e. Ketergantungan pada sumber bersama yang langka
f. Perbedaan dalam kriteria evaluasi dan sistem imbalan
g. Pengambilan keputusan partisipatif
h. Keanekaragaman anggota
i. Ketidaksesuaian status
j. Ketakpuasan peran
k. Distorsi komunikasi
a. Salah pengertian atau salah paham karena kegagalan komunikasi
b. Perbedaan tujuan kerja karena perbedaan nilai hidup yang dipegang
c. Rebutan dan persaingan dalam hal yang terbatas seperti fasilitas kerja dan jabatan
d. Masalah wewenang dan tanggung jawab
e. Penafsiran yang berbeda atas satu hal, perkara dan peristiwa yang sama
f. Kurangnya kerja sama
g. Tidak mentaati tata tertib dan peraturan kerja yang ada
h. Ada usaha untuk menguasai dan merugikan
i. Pelecehan pribadi dan kedudukan
j. Perubahan dalam sasaran dan prosedur kerja sehingga orang menjadi merasa tidak jelas tentang apa yang diharapkan darinya
Stoner sendiri menyatakan bahwa penyebab yang menimbulkan terjadinya konflik adalah :
a. Pembagian sumber daya (shared resources)
b. Perbedaan dalam tujuan (differences in goals)
c. Ketergantungan aktivitas kerja (interdependence of work activities)
d. Perbedaan dalam pandangan (differences in values or perceptions)
e. Gaya individu dan ambiguitas organisasi (individual style and organizational ambiguities)
Robbins sendiri membedakan sumber konflik yang berasal dari karakteristik perseorangan dalam organisasi dan konflik yang disebabkan oleh masalah struktural. Dari sini kemudian Robbins menarik kesimpulan bahwa ada orang yang mempunyai kesulitan untuk bekerja sama dengan orang lain dan kesulitan tersebut tidak ada kaitannya dengan kemampuan kerja atau interaksinya yang formal. Konflik perseorangan ini disebut Robbins dengan konflik psikologis .
Untuk itulah Robbins kemudian memusatkan perhatian pada sumber konflik organisasi yang bersifat struktural. Sumber-sumber konflik yang dimaksudkan Robbins, yaitu:
a. Saling ketergantungan pekerjaan
b. Ketergantungan pekerjaan satu arah
c. Diferensiasi horizontal yang tinggi
d. Formalisasi yang rendah
e. Ketergantungan pada sumber bersama yang langka
f. Perbedaan dalam kriteria evaluasi dan sistem imbalan
g. Pengambilan keputusan partisipatif
h. Keanekaragaman anggota
i. Ketidaksesuaian status
j. Ketakpuasan peran
k. Distorsi komunikasi
Jenis Konflik
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan
untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik berdasarkan pihak-pihak
yang terlibat di dalamnya, ada yang membagi konflik dilihat dari fungsi dan ada
juga yang membagi konflik dilihat dari posisi seseorang dalam suatu organisasi.
a. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi
Jenis konflik ini disebut juga konflik intra keorganisasian. Dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi, Winardi membagi konflik menjadi empat macam. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut :
1) Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
2) Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
3) Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
4) Konflik peranan, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan.
b. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner membagi konflik menjadi lima macam , yaitu:
1) Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya. Termasuk dalam konflik individual ini, menurut Altman, adalah frustasi, konflik tujuan dan konflik peranan .
2) Konflik antar-individu (conflict between individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian antara individu yang satu dengan individu yang lain.
3) Konflik antara individu dan kelompok (conflict between individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok tempat ia bekerja.
4) Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing-masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
Masalah ini terjadi karena pada saat kelompok-kelompok makin terikat dengan tujuan atau norma mereka sendiri, mereka makin kompetitif satu sama lain dan berusaha mengacau aktivitas pesaing mereka, dan karenanya hal ini mempengaruhi organisasi secara keseluruhan .
5) Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
a. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi
Jenis konflik ini disebut juga konflik intra keorganisasian. Dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi, Winardi membagi konflik menjadi empat macam. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut :
1) Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
2) Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
3) Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
4) Konflik peranan, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan.
b. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner membagi konflik menjadi lima macam , yaitu:
1) Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya. Termasuk dalam konflik individual ini, menurut Altman, adalah frustasi, konflik tujuan dan konflik peranan .
2) Konflik antar-individu (conflict between individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian antara individu yang satu dengan individu yang lain.
3) Konflik antara individu dan kelompok (conflict between individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok tempat ia bekerja.
4) Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing-masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
Masalah ini terjadi karena pada saat kelompok-kelompok makin terikat dengan tujuan atau norma mereka sendiri, mereka makin kompetitif satu sama lain dan berusaha mengacau aktivitas pesaing mereka, dan karenanya hal ini mempengaruhi organisasi secara keseluruhan .
5) Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
c. Konflik Dilihat dari Fungsi
Dilihat dari fungsi, Robbins membagi konflik menjadi dua macam, yaitu:
1) konflik fungsional (Functional Conflict)
Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok.
2) konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict).
Konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebut dikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional .
Dilihat dari fungsi, Robbins membagi konflik menjadi dua macam, yaitu:
1) konflik fungsional (Functional Conflict)
Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok.
2) konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict).
Konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebut dikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional .
Manajemen Konflik
Upaya penanganan konflik sangat penting dilakukan, hal ini disebabkan karena
setiap jenis perubahan dalam suatu organisasi cenderung mendatangkan konflik.
Perubahan institusional yang terjadi, baik direncanakan atau tidak, tidak hanya
berdampak pada perubahan struktur dan personalia, tetapi juga berdampak pada
terciptanya hubungan pribadi dan organisasional yang berpotensi menimbulkan
konflik. Di samping itu, jika konflik tidak ditangani secara baik dan tuntas,
maka akan mengganggu keseimbangan sumberdaya, dan menegangkan hubungan antara
orang-orang yang terlibat.
Untuk itulah diperlukan upaya untuk mengelola konflik secara serius agar keberlangsungan suatu organisasi tidak terganggu. Stoner mengemukakan tiga cara dalam pengelolaan konflik, yaitu:
a. merangsang konflik di dalam unit atau organisasi yang prestasi kerjanya rendah karena tingkat konflik yang terlalu kecil. Termasuk dalam cara ini adalah:
1) minta bantuan orang luar
2) menyimpang dari peraturan (going against the book)
3) menata kembali struktur organisasi
4) menggalakkan kompetisi
5) memilih manajer yang cocok
b. meredakan atau menumpas konflik jika tingkatnya terlalu tinggi atau kontra-produktif
c. menyelesaikan konflik
metode penyelesaian konflik yang disampaikan Stoner adalah:
1) dominasi dan penguasaan, hal ini dilakukan dengan cara paksaan, perlunakan, penghindaran, dan penentuan melalui suara terbanyak.
2) kompromi
3) pemecahan masalah secara menyeluruh
Konflik yang sudah terjadi juga bisa diselesaikan lewat perundingan. Cara ini dilakukan dengan melakukan dialog terus menerus antar kelompok untuk menemukan suatu penyelesaian maksimum yang menguntungkan kedua belah pihak. Melalui perundingan, kepentingan bersama dipenuhi dan ditentukan penyelesaian yang paling memuaskan. Gaya perundingan untuk mengelola konflik dapat dilakukan dengan cara :
a. pencairan, yaitu dengan melakukan dialog untuk mendapat suatu pengertian
b. keterbukaan, pihak-pihak yang terlibat bisa jadi tidak terbuka apalagi jika konflik terjadi dalam hal-hal sensitif dan dalam suasana yang emosional
c. belajar empati, yaitu dengan melihat kondisi dan kecemasan orang lain sehingga didapatkan pengertian baru mengenai orang lain
d. mencari tema bersama, pihak-pihak yang terlibat dapat dibantu dengan cara mencari tujuan-tujuan bersama
e. Menghasilkan alternatif, hal ini dilakukan dengan jalan mencari alternatif untuk menyelesaikan persoalan yang diperselisihkan.
f. Menanggapi berbagai alternatif, setelah ditemukan alternatif-alternatif penyelesaian hendaknya pihak-pihak yang terlibat dalam konflik mempelajari dan memberikan tanggapan
g. Mencari penyelesaian, sejumlah alternatif yang sudah dipelajari secara mendalam dapat diperoleh suatu konsensus untuk menetapkan suatu penyelesaian
h. Membuka jalan buntu, kadangkala ditemukan jalan buntu sehingga pihak ketiga yang obyektif dan berpengalaman dapat diikutsertakan untuk menyelesaikan masalah
i. Mengikat diri kepada penyelesaian di dalam kelompok, setelah dihasilkan penyelesaian yang disepakati, pihak-pihak yang terlibat dapat memperdebatkan dan mempertimbangkan penyelesaian dan mengikatkan diri pada penyelesaian itu
j. Mengikat seluruh kelompok, tahap terakhir dari langkah penyelesaian konflik adalah dengan penerimaan atas suatu penyelesaian dari pihak-pihak yang terlibat konflik.
Model penanganan konflik yang lain juga disampaikan oleh Sondang, yaitu dengan cara tidak menghilangkan konflik, namun dikelola dengan cara :
a. bersaing
b. kolaborasi
c. mengelak
d. akomodatif
e. kompromi
Cara lain juga dikemukakan Theo Riyanto, yaitu dengan secara dini melakukan tindakan yang sifatnya preventif, yaitu dengan cara :
a. menghindari konflik
b. mengaburkan konflik
c. Mengatasi konflik dengan cara:
1). Dengan kekuatan (win lose solution)
2). Dengan perundingan
Untuk itulah diperlukan upaya untuk mengelola konflik secara serius agar keberlangsungan suatu organisasi tidak terganggu. Stoner mengemukakan tiga cara dalam pengelolaan konflik, yaitu:
a. merangsang konflik di dalam unit atau organisasi yang prestasi kerjanya rendah karena tingkat konflik yang terlalu kecil. Termasuk dalam cara ini adalah:
1) minta bantuan orang luar
2) menyimpang dari peraturan (going against the book)
3) menata kembali struktur organisasi
4) menggalakkan kompetisi
5) memilih manajer yang cocok
b. meredakan atau menumpas konflik jika tingkatnya terlalu tinggi atau kontra-produktif
c. menyelesaikan konflik
metode penyelesaian konflik yang disampaikan Stoner adalah:
1) dominasi dan penguasaan, hal ini dilakukan dengan cara paksaan, perlunakan, penghindaran, dan penentuan melalui suara terbanyak.
2) kompromi
3) pemecahan masalah secara menyeluruh
Konflik yang sudah terjadi juga bisa diselesaikan lewat perundingan. Cara ini dilakukan dengan melakukan dialog terus menerus antar kelompok untuk menemukan suatu penyelesaian maksimum yang menguntungkan kedua belah pihak. Melalui perundingan, kepentingan bersama dipenuhi dan ditentukan penyelesaian yang paling memuaskan. Gaya perundingan untuk mengelola konflik dapat dilakukan dengan cara :
a. pencairan, yaitu dengan melakukan dialog untuk mendapat suatu pengertian
b. keterbukaan, pihak-pihak yang terlibat bisa jadi tidak terbuka apalagi jika konflik terjadi dalam hal-hal sensitif dan dalam suasana yang emosional
c. belajar empati, yaitu dengan melihat kondisi dan kecemasan orang lain sehingga didapatkan pengertian baru mengenai orang lain
d. mencari tema bersama, pihak-pihak yang terlibat dapat dibantu dengan cara mencari tujuan-tujuan bersama
e. Menghasilkan alternatif, hal ini dilakukan dengan jalan mencari alternatif untuk menyelesaikan persoalan yang diperselisihkan.
f. Menanggapi berbagai alternatif, setelah ditemukan alternatif-alternatif penyelesaian hendaknya pihak-pihak yang terlibat dalam konflik mempelajari dan memberikan tanggapan
g. Mencari penyelesaian, sejumlah alternatif yang sudah dipelajari secara mendalam dapat diperoleh suatu konsensus untuk menetapkan suatu penyelesaian
h. Membuka jalan buntu, kadangkala ditemukan jalan buntu sehingga pihak ketiga yang obyektif dan berpengalaman dapat diikutsertakan untuk menyelesaikan masalah
i. Mengikat diri kepada penyelesaian di dalam kelompok, setelah dihasilkan penyelesaian yang disepakati, pihak-pihak yang terlibat dapat memperdebatkan dan mempertimbangkan penyelesaian dan mengikatkan diri pada penyelesaian itu
j. Mengikat seluruh kelompok, tahap terakhir dari langkah penyelesaian konflik adalah dengan penerimaan atas suatu penyelesaian dari pihak-pihak yang terlibat konflik.
Model penanganan konflik yang lain juga disampaikan oleh Sondang, yaitu dengan cara tidak menghilangkan konflik, namun dikelola dengan cara :
a. bersaing
b. kolaborasi
c. mengelak
d. akomodatif
e. kompromi
Cara lain juga dikemukakan Theo Riyanto, yaitu dengan secara dini melakukan tindakan yang sifatnya preventif, yaitu dengan cara :
a. menghindari konflik
b. mengaburkan konflik
c. Mengatasi konflik dengan cara:
1). Dengan kekuatan (win lose solution)
2). Dengan perundingan
Konflik dapat terjadi dalam organisasi apapun. Untuk itulah manajer atau pimpinan dalam organisasi harus mampu mengelola konflik yang terdapat dalam organisasi secara baik agar tujuan organisasi dapat tercapai tanpa hambatan-hambatan yang menciptakan terjadinya konflik.
Terdapat banyak cara dalam penanganan suatu konflik. Manajer atau pimpinan harus mampu mendiagnosis sumber konflik serta memilih strategi pengelolaan konflik yang sesuai sehingga diperoleh solusi tepat atas konflik tersebut. Dengan pola pengelolaan konflik yang baik maka akn diperoleh pengalaman dalam menangani berbagai macam konflik yang akan selalu terus terjadi dalam organisasi.
Daftar Pustaka
Altman, Steven, Enzo Valenzi, dan Richard M. Hodgets, Organizational Behavior: Theory and Practice, Florida: Academic Press Inc., 1985.
Blanchard, Ken, dan Paul Hersey, Manajemen Perilaku Organisasi; Pendayagunaan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Erlangga, 1986.
Brown, L. Dave, Managing Conflict Among Groups, dalam Organizational Psychology, Herbert A. Simon (ed.), New Jersey: Prentice Hall Inc., 1984.
Filley, Allan C., Robert J. House, dan Steven Kerr, Managerial Process and Organizational Behavior, Illinois: Scot, Foresman and Company, 1976.
Hardjana, Agus M., Konflik di Tempat Kerja, Yogyakarta: Kanisius, 1994.
Kossen, Stan, Aspek Manusiawi dalam Organisasi, Jakarta: Erlangga, 1993
Kreitner, Robert, dan Angelo Kinicki, Organizational Behavior, New York: The McGraw-Hill Companies Inc., 2004.
McShane, Steven L., dan Mary Ann Von Glinow, Organizational Behaviour: Emerging Realities for The Workplace Revolution, New York: The McGraw-Hill Companies Inc., 2005
Pareek, Udai, Perilaku Organisasi; Pedoman ke Arah Pemahaman Proses Komunikasi Antar Pribadi dan Motivasi Kerja, Jakarta: PT. Pustaka Binaman Persindo, 1996, cet. III.
Riyanto, Theo, Martinus Th., Kelompok Kerja yang Efektif, Yogyakarta: Kanisius, 2008.
Robbins, Stephen P., Teori Organisasi; Struktur, Desain dan Aplikasi, Jakarta: Arcan, 1994.
Siagian, Sondang P., Teori Pengembangan Organisasi, Jakarta: Bumi Aksara, 2002, cet. IV.
Stoner, James A.F., Manajemen, Jakarta: Erlangga, 1986.
Winardi J., Manajemen Perubahan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006, cet. II.
_________, Manajemen Perilaku Organisasi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004, Cet. II.
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=12&cad=rja&uact=8&ved=0CFoQFjAL&url=http%3A%2F%2Fwww.academia.edu%2F4481652%2FManajemen_Konflik_Dalam_Organisasi&ei=l81YVKyUD8K0uASNu4L4AQ&usg=AFQjCNEGg92tdzTiD13ZQbTbj-tndLWltA&sig2=s_3FkVukwbKSPlgsg3sn0Q
0 komentar:
Posting Komentar